Friday, August 12

harga vanili menggiyurkan

PARA petani vanili di Desa Padasari, Kecamatan Tanjungkerta, Kabupaten Sumedang yang tergabung dalam Kelompok Tani Hutan (KTH) Bagja Jaya, boleh dibilang memiliki harapan ekonomi yang cukup cerah dari tanaman rambat yang dibudidayakannya itu. Betapa tidak. Di samping telah berhasil menumbuhkan serta meningkatkan jumlah produktivitas panen vanilinya, peluang pasar untuk vanili yang dihasilkan mereka pun, benar-benar terbuka lebar dengan penawaran harga yang cukup menggiurkan.


VANILI KERING
Produksi Buah Vanilla

Karena keberhasilan mereka pula, Gubernur Jawa Barat H. Danny Setiawan, akhir Desember baru lalu bersama rombongannya sempat meluangkan waktu, khusus meninjau ke kawasan kebun vanili kelompok tani tersebut. Melihat semangat para petani vanili di sana, dalam kunjungan yang disertai dialog dengan para petani itu, Danny Setiawan langsung menjanjikan Pemvrov Jabar akan menyiapkan dana Rp 50 juta khusus untuk pengembangan budi daya vanili di sekitar itu, dengan syarat petani vanili disana harus sudah tergabung dalam wadah koperasi berbadan hukum.
Mengenai kesuksesan dan harapan cerah dari budi daya vanili yang kini tengah dikembangkan oleh para petani yang bekerja sama dengan pihak Perhutani KPH Sumedang di sekitar desa tersebut, di antaranya tergambar dari penuturan Ketua KTH Bagja Jaya, Entis Sutisna dan beberapa anggotanya, yang saat itu langsung bertatap muka dan berdialog dengan Gubernur Jabar.
Entis Sutisnya yang selama ini melibatkan diri membudidayakan tanaman vanili bersama 24 anggota KTH tersebut, menuturkan dari setiap batang rumpun vanili anggotanya, dalam sekali panen rata-rata telah mampu menghasilkan 0,5 kilo gram (kg) vanili basah. Dan setiap anggota kelompoknya, kini rata-rata telah memiliki serta memelihara lebih kurang 200 batang rumpun vanili yang sebagian besar di antaranya dalam usia produktif.
Harga jualnya, demikian Entis, bagi dirinya serta para petani anggota kelompoknya juga terbilang menggiurkan. Diterangkannya, berdasarkan harga yang berlaku saat ini, harga vanili basah bisa mencapai Rp 500 ribu/kg, dan untuk vanili kering bisa mencapai Rp 1,2 juta hingga Rp 2 juta/kg. Disebutkan pula biasanya, dari 5 kg vanili basah bila dikeringkan akan menghasilkan 1 kg vanili kering.
“Biaya perawatan tanaman vanili dari mulai menanam sampai panen, memang tidak sedikit. Tapi jika dibandingkan dengan hasil penjualannya ternyata lebih besar untungnya,” ujar Entis, saat itu, lalu menyebutkan total biaya pemeliharaan per satu hektare tanaman vanili rata-rata mencapai Rp 5 juta.
DALAM pengembangan budidaya vanili pun, memang tidak semudah dan semulus apa yang telah digambarkan Entis Sutisna. Beberapa faktor yang bisa menghambat produktivitas hasil dari budidaya vanili itu pun, tak pelak membayangi para petaninya. Di antaranya, sifat tanaman vanili biasanya tidak bisa bertahan hidup dan produktif melebihi tiga kali panen.
Sehingga untuk menjaga dan mengembangkan produktivitas budi daya vanili ini benar-benar dibutuhkan perluasan lahan. Dan, ini bisa menjadi penghambat ketika lahan yang dimiliki petaninya sangat terbatas.
Namun, bagi para petani angota KTH budi daya vanili Sumedang yang ada di sekitar kawasan hutan lindung milik Perhutani KPH Sumedang wilayah BKPH Tampomas, termasuk mereka yang tergabung di KTH Bagja Jaya, hal itu sudah tak lagi menjadi kendala utama. Pasalnya, untuk pengembangan budi daya vanili di sekitar itu Perhutani KPH Sumedang telah menyediakan puluhan hektare kawasan hutan lindungnya untuk pengembangan budi daya vanili masyarakat sekitar dengan cara tumpangsari melalui pola Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM).
Kendala lain yang bisa menghambat produktivitas budi daya vanili, menurut Entis Sutisna dan para petani vanili anggota KTH-nya, mereka sering kali dihadapkan pada masalah kesulitan memberantas penyakit busuk pangkal yang sering menyerang dan mematikan tanaman vanili mereka. Untuk menanggulanginya, menurut Entis, KTHnya, kini tengah mencoba mengembangkan jamur prusarium yang bisa menjadi predator atau pembunh virus pembusuk batang vanili.
Mengenai budi daya tanaman vanili di lahan Perhutani BKPH Tampomas, yang melibatkan para petani di sekitarnya itu, menurut Administratur (Adm) Kepala KPH Perhutani Sumedang, Ir. Joko Sukrisno, areal tanaman tumpangsari jenis vanili di kawasan hutan lindung BKPH Tampomas luasnya sekarang sudah mencapai 30 ha lebih, yang mulai dibuka pihaknya melalui PHBM pada tahun 2001.
“Pada tahun 2001, kami mencoba dulu seluas lebih kurang 6 ha lokasinya di wilayah RPH Tanjungkerta, BKPH Tampomas. Tahun berikutnya, kami perluas lagi kurang lebih 8,5 ha. Dan karena produktivitasnya sangat bagus serta adanya peningkatan minat para petani di sana, tahun 2003 kami membuka lagi lahan untuk vanili seluas lebih kurang 20 ha di RPH Naluk, masih di bawahan BKPH Tampomas” papar Joko.
PENGEMBANGAN vanili dengan pola PHBM di kawasan hutan lindung wilayah RPH Tanjungkerta BKPH Tampomas itu, demikian Joko, sedikitnya kini telah melibatkan 200 petani penggarap anggota KTH di Desa Narimbang Kecamatan Conggeang dan Desa Naluk, Kecamatan Cimalaka, Sumedang, serta di Desa Padasuka, Kecamatan Cimalaka. “Seperti halnya dalam penerapan pola PHBM di lahan Perhutani lainnya, pengembangan vanili melalui PHBM di hutan lindung BKPH Tampomas pun, kami lakukan melalui konsep kerjasama saling menguntungkan antara masyarakat dengan Perhutani,” katanya.
Misalnya, dalam hal penanaman dan pemeliharaan, masyarakat bertindak sebagai pemberi kontribusi tenaga dan keahliannya. Sementara Perhutani bertindak sebagai pemberi lahan dan modal, termasuk pengadaan bibit, upah penanaman dan pupuk organik. Mengenai bagi hasilnya, demikian Joko, sesuai kesepakatan ditentukan, petani penggarap dan Perhutani masing-masing mendapat bagian 42,5% dari laba bersih. Sisanya, untuk desa sebesar 5%, dan 10% lagi untuk management fee(biaya administrasi).
Ditanya mengenai peluang pasarnya, Joko Sukrisno, menyatakan untuk produk vanili masih sangat terbuka luas. Bahkan, tuturnya, akhir-akhir ini pihaknya telah berulangkali dihubungi pengusaha dari negara Jepang yang menginginkan menjadi pembeli tetap dengan sistem kontrak terhadap produk buah vanili Tampomas. “Namun permintaan Jepang sementara ini tidak kami penuhi karena para petaninya menolak sistem kontrak,” ungkapnya, lalu menyebutkan hasil panen vanili Tampomas selama ini telah menjadi langganan atau dibeli oleh pengusaha vanili dari Klaten dan Provinsi Bali. (Nuryaman/”PR”)***


lihat juga cara membudidaya tanaman vanili

lihat sumber

1 comment:

  1. Terimakasih,informasinya sangat bermanfaat,kebetulan Kami tengah mencari mitra petani/ pemasok yang bisa memasok buah vanilla basah/ hijau kepada Kami di pulau Jawa, informasi silahkan via email ke agusramadas@yahoo.co.id

    ReplyDelete

Arsip Blog